KEKAYAAN SEJARAH BANGSA
SEBAGAI SITUS PENTING DUNIA
Rombongan
kami tiba disitus ini pukul 9 pagi, lalu dilanjutkan dengan menonton film yang
menceritakan tentang awal mula kehidupan, dari makhluk tunggal bersel satu
hingga manusia semua dipertontonkan dengan jelas dan menarik. Situs ini
memiliki luas kurang lebih 56 km persegi. Situs sangiran pertama kali ditemukan
oleh P.E.C schemulling. Ketika aktif melakukan eksplorasi pada akhir abad
ke-19, Eugene Dubois pernah melakukan penelitian di sini,
namun tidak terlalu intensif karena kemudian ia memusatkan aktivitas di kawasan
Trinil, Ngawi.
Sejak tahun 1934, ahli antropologi
Gustav Heinrich Ralph von
Koenigswald memulai penelitian di area tersebut, setelah mencermati
laporan-laporan berbagai penemuan balung buta ("tulang
buta/raksasa") oleh warga dan diperdagangkan. Saat itu perdagangan fosil
mulai ramai akibat penemuan tengkorak dan tulang paha Pithecanthropus
erectus ("Manusia Jawa") oleh Eugene
Dubois di Trinil,
Ngawi,
tahun 1891. Trinil sendiri juga terletak di lembah Bengawan Solo, kira-kira 40
km timur Sangiran.
Dengan dibantu oleh Toto Marsono, pemuda yang
kelak menjadi lurah Desa Krikilan, setiap hari von Koenigswald meminta penduduk
untuk mencari balung buta, yang kemudian ia bayar. Pada tahun-tahun
berikutnya, hasil penggalian menemukan berbagai fosil Homo
erectus lainnya. Ada sekitar 60 lebih fosil H. erectus atau hominid
lainnya dengan variasi yang besar, termasuk seri Meganthropus
palaeojavanicus, telah ditemukan di situs tersebut dan kawasan
sekitarnya.
Selain manusia purba, ditemukan pula berbagai
fosil tulang-belulang hewan-hewan bertulang belakang (Vertebrata),
seperti buaya (kelompok
gavial dan Crocodilus), Hippopotamus (kuda
nil), berbagai rusa,
harimau purba,
dan gajah purba (stegodon dan gajah moderen).
Penggalian oleh tim von Koenigswald berakhir
1941. Koleksi-koleksinya sebagian disimpan di bangunan yang didirikannya
bersama Toto Marsono di Sangiran, yang kelak menjadi Museum Purbakala Sangiran,
tetapi koleksi-koleksi pentingnya dikirim ke kawannya di Jerman, Franz
Weidenreich.
Di Situs Sangiran terekam rangkaian
lapisan litologi yang lengkap serta berkelanjutan mulai sejak akhir Kala
Pliosen Atas hingga lapisan resen. Mulai dari formasi Kalibeng yang tertua
berumur sekitar 2,4-1,8 Juta tahun berupa lempung biru dari lingkungan laut
dalam. Diatasnya adalah formasi Pucangan yang berasal dari Kala Plestosen Bawah
berumur 1,8-0,73 Juta tahun berupa lahar serta endapan lempung hitam berfasies
vulkanik dan rawa.
Disusul oleh formasi kabuh yang
berasal dari Kala Plestosen Tengah berumur 0,73-0,20 Juta tahun berupa endapan
pasir fluvio-volkanik yang mencerminkan lingkungan daratan. Setelah itu adalah
formasi Notopuro yang berasal dari Kala Plestosen Akhir berumur 0,25-0,12
Juta tahun berupa lahar dan pasir-gravel fluvio-volkanik. Di bagian paling atas
Situs Sangiran berupa endapan resen alluvial Kali Cemoro, Brangkal dan
Pohjajar.
Di dalam Sangiran terdapat 3 ruang tontonan utama.
Terdapat pula replica – replica perkembangan manusia dari jaman pra aksara
hingga jaman sesudah pra aksara. Dari
kehidupannya
yang berpindah – pindah hingga menetap dan berburu meramu hingga berternak.
Semua itu dapat kita jumpai di dalamnya.
kehidupannya
yang berpindah – pindah hingga menetap dan berburu meramu hingga berternak.
Semua itu dapat kita jumpai di dalamnya.
Tak
luput dari semua itu, contoh – contoh fosil yang pernah ditemukan pun
diperlihatkan, dikemas dengan sedekimian rupa sehingga menyerupai aslinya
seperti dulu. Kami dapat menimba ilmu dengan jelas karna bukti- bukti penemuan
memperkuat teori yang ada. Walaupun teori – teori mengenai asal mula masih diragukan
namun kamu menjadi tau keseluruhan perkembangan nenek moyang kami. Seperti
pendapat Darwin yang menyatakan manusia berasal dari seekor kera, namun
pendapat itu tidak memiliki bukti yang kuat, membuat kami menjadi kreatif
berfikir dan menelaah kembali masa lampau.
Museum Sangiran yang dibangun
merepresentasikan tiga sajian kronologis,
yaitu “Kekayaan Sangiran” yang
menghadirkan fosil -fosil asli dalam berbagai diorama
yang menunjukkan betapa kayanya
Sangiran. “Langkah-langkah Kemanusiaan” bercerita tentang peciptaan alam
semesta, evolusi makhluk hidup hingga manusia, penciptaan kepulauan
Nusantara, kedatangan manusia purba pertama di Indonesiahingga penyebarannya
dengan penjelasan perubahan budaya dan lingkungannya. Serta “Jaman Keemasan
Sangiran 500.000 tahun silam” dipajang diorama raksasa yang melukiskan
kehidupan Homo erectus di jaman keemasan Sangiran, dilengkapi dengan manekin
Sangiran 17 dan Manusia Flores.
Museum ini dibangun secara intensif
sejak 2008, sebagai pengganti museum yang lama. Diselesaikan dan diresmikan
pemanfaatannya untuk publik pada 15 Desember 2011 oleh Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia, melalui Wakil Menteri Bidang Kebudayaan Republik
Indonesia, Prof. Wiendu Nuryanti, Ph.D. Hal ini menjadi babak baru bagi
Sangiran sebagai loncatan status yang sangat signifikan, dari museum klasik ke
museum modern, dari
museum
statis ke museum dinamis. Di lain pihak peresmian Museum Sangiran juga merepresentasikan
arti secara internasional. Peresmian museum ini diwarnai dengan beberaPa even
berbobot internasional seperti seminar internasional dengan tema “75 Years
After the First Hominid Discovery”, penyerahan sumbangan reonstruksi
temuan kuda air bukuran, Hippopotamus sp., dari Pemerintah Perancis untuk
Museum Manusia Purba Sangiran dan International Field-school berupa
ekskavasi arkeologis di atas formasi Kabuh di Pucung (Desa Dayu) yang
dilaksanakan bersama oleh Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran, Museum
National d’Historie Naturelle Perancis, dan Pusat Penelitian dan Pengembangan
Arkeologi Nasional (Harmadi dkk, 2012).
museum
statis ke museum dinamis. Di lain pihak peresmian Museum Sangiran juga merepresentasikan
arti secara internasional. Peresmian museum ini diwarnai dengan beberaPa even
berbobot internasional seperti seminar internasional dengan tema “75 Years
After the First Hominid Discovery”, penyerahan sumbangan reonstruksi
temuan kuda air bukuran, Hippopotamus sp., dari Pemerintah Perancis untuk
Museum Manusia Purba Sangiran dan International Field-school berupa
ekskavasi arkeologis di atas formasi Kabuh di Pucung (Desa Dayu) yang
dilaksanakan bersama oleh Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran, Museum
National d’Historie Naturelle Perancis, dan Pusat Penelitian dan Pengembangan
Arkeologi Nasional (Harmadi dkk, 2012).
KISAH
CINTA DALAM BALUTAN DRAMA TARI
Langit
mendung menyapa kami saat tiba dikawasan Sendratari Ramayana, Sendratari yang
terletak tak jauh dari Candi Prambanan ini menyimpan sejuta historis perjuangan
Rama dan Shinta dalam menggapai bahtera rumah tangganya.
Sendratari Ramayana Prambanan merupakan sebuah pertunjukan yang
menggabungkan tari
dan drama
tanpa dialog,
diangkat dari cerita Ramayana
dan dipertunjukkan di dekat Candi
Prambanan
di Pulau
Jawa,
Indonesia.
Sendratari Ramayana Prambanan merupakan sendratari yang paling rutin
mementaskan Sendratari Ramayana
sejak 1961.[3][4]
Pemilihan bentuk sendratari sebagai penutur cerita pahlawan atau biasa disebut wiracarita
Ramayana karena sendratari mengutamakan gerak-gerak penguat ekspresi
sebagai pengganti dialog, sehingga diharapkan penyampaian wiracarita Ramayana
dapat lebih mudah dipahami dengan latar belakang budaya dan bahasa penonton
yang berbeda. Cerita Ramayana adalah perjalan Rama
dalam menyelamatkan istrinya Sita
(di Jawa
biasa disebut Sinta) yang diculik oleh raja Negara Alengka,
Rahwana.
Sendratari Ramayana Prambanan
biasa digelar tiap hari Selasa,
Kamis,
dan Sabtu,
pementasan di panggung terbuka hanya pada bulan kemarau, di luar itu
pementasan diadakan di panggung tertutup.
Sendratari
Ramayana adalah seni pertunjukan yang cantik, mengagumkan dan sulit
tertandingi. Pertunjukan ini mampu menyatukan ragam kesenian Jawa berupa tari,
drama dan musik dalam satu panggung dan satu momentum untuk menyuguhkan kisah
Ramayana, epos legendaris karya Walmiki yang ditulis dalam bahasa Sanskerta. Kisah
Ramayana yang dibawakan pada pertunjukan ini serupa dengan yang terpahat pada
Candi Prambanan.
Cerita dimulai ketika Prabu
Janaka mengadakan sayembara untuk menentukan pendamping Dewi Shinta (puterinya)
yang akhirnya dimenangkan Rama Wijaya. Dilanjutkan dengan petualangan Rama,
Shinta dan adik lelaki Rama yang bernama Laksmana di Hutan Dandaka. Di hutan
itulah mereka bertemu Rahwana yang ingin memiliki Shinta karena dianggap
sebagai jelmaan Dewi Widowati, seorang wanita yang telah lama dicarinya.
Untuk menarik perhatian Shinta, Rahwana mengubah
seorang pengikutnya yang bernama Marica menjadi Kijang. Usaha itu berhasil
karena Shinta terpikat dan meminta Rama memburunya. Laksama mencari Rama
setelah lama tak kunjung kembali sementara Shinta ditinggalkan dan diberi
perlindungan berupa lingkaran sakti agar Rahwana tak bisa menculik.
Perlindungan itu gagal karena Shinta berhasil diculik setelah Rahwana mengubah
diri menjadi sosok Durna.
Di
akhir cerita, Shinta berhasil direbut kembali dari Rahwana oleh Hanoman, sosok
kera yang lincah dan perkasa. Namun ketika dibawa kembali, Rama justru tak
mempercayai Shinta lagi dan menganggapnya telah ternoda. Untuk membuktikan
kesucian diri, Shinta diminta membakar raganya. Kesucian Shinta terbukti karena
raganya sedikit pun tidak terbakar tetapi justru bertambah cantik. Rama pun
akhirnya menerimanya kembali sebagai istri.
Sendratari
Ramayana sudah dipentaskan selama 51 tahun sejak 28 Juli 1961. Digagas
oleh Letjen TNI (purn) GPH Djati Kusumo dengan mementaskannya di panggung
terbuka sebelah selatan Candi Prambanan. Saat itu tujuannya memang untuk
menjadi sebuah daya tarik bagi wisatawan dan Presiden Soekarno sendiri sangat
ingin membawa Ramayana Prambanan sebagai langkah dari seni budaya Indonesia
yang pentas ke dunia. Dari waktu ke waktu pementasan kolosal ini terus
diimprovisasi dan diperlengkapi lebih megah. Pada masa Presiden Soeharto,
tepatnya tahun 1989 diresmikan panggung utama di Candi Prambanan untuk
pementasannya dengan dilatari keindahan candi tercantik di Indonesia tersebut.
Hingga saat ini Sendratari
Ramayana Prambanan telah meraih berabgai penghargaan dan terakhir tahun 2012
mendapatkan penghargaan Pacific Asia Travel Association (PATA) Gold Awards
mengalahkan 180 konstestan dari 79 negara untuk kategori “Heritage”. Sebelumnya
untuk kategori yang sama diperoleh tahun 1994 dan 2011. Hal ini membuktikan
bahwa keinginan Presiden Soekarno untuk membawa salah satu budaya Indonesia
pada kancah yang lebih tinggi telah terwujud, bahkan menjadi yang terbaik.
Tak lengkap jika setelah
menonton pertunjukan tak berfoto dengan si tokohnya. Maka setelah pertunujukan
selesai kami berbondong – bonding menuju panggung untuk foto bersama para tokoh
penari, terutama Rama dan Shinta. Shinta yang memang terlihat sangat anggun dan
cantik ini tak heran menghipnotis pengunjung yang ada.
GEMERLAP
PASAR JOGJA MENARIK GAIRAH BELANJA
Cahaya langit cerah alunan kendaraan
umum terdengar belum lagi suara klakson yang membabi buta menyambut kami saat
turun dari bis. Sejauh mata memandang, terdapat pasar hiburan atau yang
biasanya disebut dengan pasar malam. Lampu – lampu kota bersinar terang,
menerangi jalan kami menyusuri kota Jogja malam hari. Kami tiba di pasar yang
terdapat di jalan Malioboro satu kawasan dengan jantung kota Jogjakarta yang
lebih dikenal dengan sebutan pasar Malioboro pukul 8 malam waktu setempat.
Dalam bahasa Sansekerta, kata
“malioboro” bermakna karangan bunga. itu mungkin ada hubungannya dengan masa
lalu ketika Keraton mengadakan acara besar maka jalan malioboro akan dipenuhi
dengan bunga. Kata malioboro juga berasal dari nama seorang kolonial Inggris
yang bernama “Marlborough” yang pernah tinggal disana pada tahun 1811-1816 M. Pendirian
jalan malioboro bertepatan dengan pendirian keraton Yogyakarta (Kediaman
Sultan).
Jalan Malioboro adalah
saksi sejarah perkembangan Kota Yogyakarta dengan melewati jutaan detik waktu
yang terus berputar hingga sekarang ini. Membentang panjang di atas garis
imajiner Kraton Yogyakarta, Tugu dan puncak Gunung Merapi. Malioboro adalah
detak jatung keramaian kota Yogyakarta yang terus berdegup kencang mengikuti
perkembangan jaman.
Sekarang ini merupakan jalan pusat
kawasan wisatawan terbesar di Yogyakarta, dengan sejarah arsitektur kolonial
Belanda yang dicampur dengan kawasan komersial Cina dan kontemporer. Trotoar di
kedua sisi jalan penuh sesak dengan warung-warung kecil yang menjual berbagai
macam barang dagangan. Di malam hari beberapa restoran terbuka, disebut
lesehan, beroperasi sepanjang jalan. Jalan itu selama bertahun-tahun menjadi
jalan dua arah, tetapi pada 1980-an telah menjadi salah satu arah saja, dari
jalur kereta api ke selatan sampai Pasar Beringharjo. Hotel jaman Belanda
terbesar dan tertua jaman itu, Hotel Garuda, terletak di ujung utara jalan di
sisi Timur, berdekatan dengan jalur kereta api. Juga terdapat rumah kompleks
bekas era Belanda, Perdana Menteri, kepatihan yang kini telah menjadi kantor
pemerintah provinsi.
Kami
menyusuri jalan dengan berjalan kaki, kami tidak menyewa becak karena kami
ingin menikmati betul suasana kota pelajar tersebut. Dalam perjalanan telinga
kami bergantian mendengar sapaan para pedagan kaki lima dan tawaran mereka.
Kami pun tak luput membeli oleh – oleh, kami berhenti pada sebuah kios baju dan
memilih – milih kaos oblong bertema Jogja ini. Tanpa berfikir panjang kami
memborong banyak kaos, dikarenakan harga yang terjangkau berkisar Rp.10.000
hingga Rp. 40.000 sangat pas dikantong kami yang memang belum memiliki
penghasilan.
Sebelum memasang target belanja,
saya menyusun skala proritas dari barang yang sangat saya butuhkan hingga
barang pelengkap kebutuhan utama saya. Saya pun tidak kerepotan menghitung
biaya dan keefisiensi mengeluaran dana saya.
Berbagai hiasan terpampang di
pinggir jalan, mulai dari patung gajah yang sangat besar hingga menyerupai
ukuran gajah asli dan patung kuda yang menawan. Di sela – sela perjalanan kami,
kami terhibur oleh komunitas music tradisional yang memamerkan keahliannya
dipinggir jalan. Walaupun hanya dipinggir jalan, itu sudah cukup pengusir penat
para masyarakat yang melintasi.
Di Malioboro banyak terdapat pernak - pernik, cinderamata, kaos oblong,
batik khas, maupun kuliner yang tak kalah menggairahkan. Dengan harga yang pas
dikantong, serta sambutan yang ramah kami jumpai disini.\
Tak ingin menyia – nyiakan
keberadaan pasar malam, kami pun bergegas menaiki wahana yang biasa disebut
dengan “bianglala”. Awalnya salah satu dari kami takut untuk menikinya, namun
karan kami memaksa akhirnya ia bersedia. Wahana yang menggoyah jiwa ini
berlangsung lumayan lama dengan siselingi atraksi si tukang penarik. Dengan
diameter lingkaran kurang lebih 5 meter kami duduk dikeliling lingkarang
tersebut lalu diputar selama 10 menit dengan kecepatan tinggi hingga rendah,
jika dihitung kami sudah berputar sebanyak kurang lebih 25 kali.
Setelah puas berpetualang di Malioboro, kami
menuju penginapan pukul 10.00 malam. Bertempat di Hotel Eden 2 daerah Kaliurang
kami menghabiskan mimpi indah kami di ranjangnya. Saat tiba sudah larut malam,
kami langsung menuju kamar dan bergegas membersihkan diri lalu pergi tidur.
Walaupun diselingi canda tawa kawan – kawan yang bertingkah gila dan lain
sebagainya menutup tidur kami.
Pagi yang cerah menyambut saya, sinar matahari yang langsung
menuju dalam kamar menghangatkan ruangan. Kami serombongan antri untuk mandi
dan bersiap sarapan. Dengan menu mpek – mpek khas Palembang mengganjal perut
kami. Tak disangka – sangka, saat saya menuju tempat makan yang berada diluar
ruangan langsung terlihat pemandangan yang sangat luar biasa. Bagian seperti
lembah dan hijau rimbun penuh kesejukan langsung menarik hati untuk diabadikan
ke dalam kamera.
Pemandangan yang membuat saya cepat
menghabiskan makanan saya dan menuju kearahnya tak dapat saya hidari. Setelah
puas memotret alam nan hampar saya menuju bagian – bagian lain hotel tersebut.
Walau mata masih mengantuk tak
mengurungkan niat saya untuk terus menyusuri bagian hotel tersebut. Sampailah
saya pada kolam buatan yang terdapat pada hotel tersebut, melihat teman saya
bermain ria saya hanya dapat mengabadikan mereka sebagai kenangan wisata kali
ini. Setelah semua siswa selesai check out, rombongan kami berangkat ke Pantai
Indrayanti pukul 09.00 pagi.
SELAYANG PANDANG PANTAI SELATAN
BERPASIR PUTIH
Matahari
bersinar terik tak menyusutkan semangat kami mendatangi pantai berpasir putih
ini. Ya Pantai Indrayanti namanya, pantai yang terletak di Timur Pantai Sundak
ini menawan setiap mata yang memandang. Dengan pasir putih yang elegan
menawarkan ombak yang cukup tinggi namun tetap tak membuat takut pendatangnya.
Tidak hanya berhiaskan pasir putih, bukit karang,
dan air biru jernih yang seolah memanggil-manggil wisatawan untuk menceburkan
diri ke dalamnya, Pantai Indrayanti juga dilengkapi restoran dan cafe serta
deretan penginapan yang akan memanjakan wisatawan. Beragam menu mulai dari
hidangan laut hingga nasi goreng bisa di pesan di restoran yang menghadap ke
pantai ini. Pada malam hari, gazebo-gazebo yang ada di bibir pantai akan
terlihat cantik karena diterangi kerlip sinar lampu. Menikmati makan malam di
cafe ini ditemani desau angin dan alunan debur ombak akan menjadi pengalaman
romantis yang tak terlupa.
Penyebutan nama Pantai
Indrayanti sebelumnya menuai banyak kontraversi. Indrayanti bukanlah nama
pantai, melainkan nama pemilik cafe dan restoran. Berhubung nama Indrayanti
yang terpampang di papan nama cafe dan restoran pantai, akhirnya masyarakat
menyebut pantai ini dengan nama Pantai Indrayanti. Sedangkan pemerintah menamai
pantai ini dengan nama Pantai Pulang Syawal. Namun nama Indrayanti jauh lebih
populer dan lebih sering disebut daripada Pulang Syawal. Keterlibatan pihak
swasta dalam pengelolaan Pantai Indrayanti rupanya turut membawa dampak
positif. Berbeda dengan pantai-pantai lain yang agak kotor, sepanjang garis
pantai Indrayanti terlihat bersih dan bebas dari sampah. Hal ini dikarenakan
pengelola tak segan-segan menjatuhkan denda untuk tiap sampah yang dibuang oleh
wisatawan secara sembarangan. Karena itu Indrayanti menjadi tempat yang nyaman
untuk dikunjungi.
Setelah
puas terbasahi oleh air laut, kami segera mandi dan berkemas diri. Lalu kami
melanjutkan perjalanan pulang menuju Semarang, sebelum tiba ditempat tujuan
kami menyempatkan makan malam di RM Rawa Permai, Salatiga. Hingga sampai di
sekolah pukul 23.30. Sayonaraaa
KATA PENGANTAR
Saya panjatkan puji syukur atas
kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah menuntun saya selama karya wisata dan
membantu saya dalam menyusun tugas essay. Saya menucapkan terimakasih sebanyak
– banyaknya kepada teman – teman, bapak – ibu guru, maupun pendamping selama
karya wisata karena telah membantu saya dalam menyusun karya wisata ini.
Banyak pengalaman yang saya dapatkan
selama karya wisata ini diadkan sehingga menambah wawasan dan ilmu saya. Semoga
karya wisata ini dapat diadakan lagi berhubung manfaatnya yang sangat besar.
Tidak ada seseorang yang mampu
mendeskripsikan dengan detail tanpa melihat sesuatunya secara langsung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar